Plt Deputi Penindakan KPK Asep Guntur (kiri) memberikan keterangan kepada wartawan.
Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa buronan kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP), Paulus Tannos, mempunyai dua kewarganegaraan.
Hal itu membuat Lembaga antikorupsi membawa Paulus Tannos ke Indonesia untuk diproses hukum. Sebab, menangkap seseorang di negara lain tidak bisa semena-mena.
"Dia bukan warga negara Indonesia, dia punya dua kewarganegaraan karena ada negara-negara yang bisa punya dua kewarganegaraan salah satunya di negara Afria Selatan tersebut," kata Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Brigjen Asep Guntur Rahayu di Kantornya, Jakarta, Jumat (11/8) malam.
Asep menuturkan pihaknya sempat menemukan Paulus di negara tetangga, yaitu Thailand. Namun, saat hendak menangkap Paulus, KPK mendapat kendala lantaran ia sudah mengubah identitasnya.
"Untuk Paulus Tannos memang berubah nama karena kami, saya sendiri yang diminta oleh pimpinan datang ke negara tetangga dengan informasi yang kami terima, kami juga sudah berhadap-hadapan dengan yang bersangkutan tapi tidak bisa dilakukan eksekusi karena kenyataannya paspornya sudah baru di salah satu negara di Afrika [Selatan] dan namanya sudah lain bukan nama Paulus Tannos," tutur Asep.
"Walaupun kita menunjukkan pada kepolisian di negara tersebut karena kita kerja sama police to police dan didampingi Hubinter kita tunjukkan fotonya sama, `Mister, ini fotonya sama`. Tapi, pada kenyataannya saat dilihat di dokumennya itu beda namanya," ucap Asep.
Asep yang juga menjabat Direktur Penyidikan KPK ini menjelaskan jika Paulus Tannos juga sempat berupaya mencabut kewarganegaraan Indonesia.
"Rencananya dia mau mencabut yang di sini (Indonesia). Sudah ada upaya untuk mencabut tapi paspornya sudah mati. Rencananya yang Indonesia, tapi yang dia gunakan untuk melintas paspor dari negara yang Afrika (Selatan)," terang Asep.
Untuk diketahui, KPK menetapkan Paulus bersama tiga orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP pada Agustus 2019.
Tiga orang tersebut ialah mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Isnu Edhy Wijaya; anggota DPR 2014-2019 Miriam S. Haryani; dan Ketua Tim Teknis Teknologi Informa
KPK menduga negara mengalami kerugian hingga Rp2,3 triliun dari proyek tersebut.
Sebelum ini, KPK juga sudah memproses hukum sejumlah orang. Mereka ialah mantan Ketua DPR Setya Novanto, mantan anggota DPR Markus Nari, dua pejabat di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yakni Irman dan Sugiharto.
Kemudian Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pihak swasta Andi Agustinus, Made Oka Masagung, serta keponakan Novanto, Irvanto Hendra Pambudi.
KEYWORD :Korupsi e-KTP Tersangka Paulus Tannos KPK Buronan Korupsi